Bermain merupakan aktivitas utama bagi anak-anak, kapanpun dan
dimanapun mereka berada. Waktu yang dimiliki anak-anak selalu mereka gunakan
untuk bermain, oleh karena itu bermain sering dikatakan sebagai dunia anak-anak.
Melalui bermain, anak-anak dapat mengekspresikan apapun yang mereka inginkan
(Purwanto, 2007). Selain itu bermain merupakan media untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak (Mariani, 2008).
Herbert
Spencer pada tahun 1878, mengemukakan bahwa bermain terjadi karena adanya
kelebihan energi. Gagasan Spencer ini senada dengan Schiller (1845) yang juga
melihat bermain sebagai sarana untuk menggunakan kelebihan energi yang
dimiliki. Anak-anak memiliki sejumlah energi yang berlebih, karena mereka tidak
menggunakan energinya untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya seperti
pada orang dewasa, jadi mereka memanfaatkan energi tersebut untuk bermain.
Sedangkan menurut pakar lainnya, bermain adalah hal yang penting bagi orang dewasa,
karena bermain berfungsi untuk memulihkan energi, bukan untuk menguras energi.
Pada abad kedua puluh, tepatnya tahun 1908 muncul teori rekapitulasi dari Hall
yang menyebutkan bahwa bermain adalah kegiatan yang berasal dari tahap
perkembahangan evolusi manusia (binatang menjadi manusia), misalnya keinginan
anak-anak untuk memanjat dan berayun sama seperti tingkah laku pada binatang.
Sedangkan Gross (1901) lebih memandang bermain sebagai persiapan anak-anak
menuju dewasa dengan bertindak dan berpura-pura atau berperan menjadi orang
dewasa (dalam Children and Development).
Dalam
perkembangannya, muncullah teori-teori baru tentang bermain, seperti teori
psikonalisa dari Freud yang beranggapan bahwa bermain memegang peranan penting
dalam perkembangan emosi anak karena memiliki efek katarsis yang dapat
mengatasi pengalaman traumatik dan keluar dari rasa frustasi. Selanjutnya teori
kognitif dari Piaget (1962) memandang bahwa saat bermain, anak tidak belajar
sesuatu yang baru, melainkan belajar untuk mempraktekkan keterampilan yang baru
diperoleh. Dengan bermain, anak akan mendapatkan peran yang sangat penting,
yaitu mengembangkan aspek perkembangannya, seperti aspek fisik atau motorik,
melalui permainan motorik kasar dan halus, kemampuan mengontrol anggota tubuh,
belajar keseimbangan, kelincahan, koordinasi mata dan tangan, dan lain
sebagainya, aspek sosial emosional dan aspek kognitif. Lev Vigotsky (1978) yang
juga mengemukakan teori kognitif memandang bahwa bermain bersifat menyeluruh,
selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peran penting bagi
perkembangan sosial dan emosi anak.
Berdasarkan
teori-teori tersebut dapat dikatakan bahwa bermain mempunyai manfaat yang cukup
besar, terutama bagi perkembangan anak, seperti perkembangan emosi, fisik atau
motorik, kognitif, serta perkembangan sosial. Semua manfaat yang disebutkan di
atas dapat kita jumpai dalam segala macam permainan tradisional. Permainan
tradisional merupakan alat bermain yang sudah ada sejak jaman dulu dan
diwariskan secara turun temurun. Pada umumnya permainan tradisional merupakan
bentuk kreativitas seseorang, karena permainan ini biasanya dibuat dengan
memanfaatkan bahan yang ada di sekitar kita. Misalnya saja bendan, sunda manda
atau engklek.
Namun sayang, kini permainan tersebut sudah jarang dimainkan.
Anak-anak jaman sekarang tidak lagi tertarik dengan permainan-permainan
tradisional, mereka lebih memilih permainan modern yang bentuknya lebih menarik
tetapi memiliki manfaat yang lebih sedikit daripada permainan tradisional. Pada
umumnya permainan modern melatih anak menjadi individualis karena sebagian
besar permainan modern hanya dimainkan oleh satu orang. Selain itu permainan
modern juga melatih anak untuk menjadi konsumtif karena apabila mainan tersebut
rusak, mereka harus membeli mainan baru lagi.
A.
Peran Permainan Tradisional
Permainan tradisional tidak banyak dikenali oleh anak-anak zaman
sekarang, terutama mereka yang tinggal di perkotaan. Padahal, memperkenalkannya
pada anak dapat memperkaya wawasan berpikir dan keterampilan fisiknya. Tidak
dapat disangkal , anak-anak generasi sekarang, terutama yang dibesarkan di
perkotaan lebih mengenal permainan elektronik seperti komputer atau video
games, ketimbang jenis permainan tradisional. Bermain games online sepertinya
menjadi bagian dari keseharian dan gaya hidup anak masa kini dibanding
permainan seperti bekel, gasing, engklek, gobak sodor atau congklak. Keterbatasan
lahan tempat bermain, terutama di kota menambah sebab bergesernya permainan
tradisional ini. Padahal permainan tradisional dapat
mengisi kekosongan penanaman nilai sosial dan latihan fisik dalam
permainan modern. Berikut adalah peran permainan tradisional.
1. Memahami konsep sportivitas
Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau congklak, anak belajar
bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai
pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan
secara terbuka. Namun, apabila si kecil belum mau memperlihatkan watak bermain
seperti itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya sportivitas baru bisa dipahami
oleh anak usia 6 tahun. Konsep menang atau kalah dalam permainan memang tidak
terlalu ditekankan pada anak-anak. Hal paling baik yang bisa dilakukan orangtua
adalah menghargai anak karena ia bermain dengan sikap sportif.
2. Melatih
Kemampuan fisik anak
Berbeda dengan permainan elektronik, dalam beberapa permainan tradisional
seperti lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan. Berkesempatan memainkan permainan ini amat baik untuk meyalurkan
energi anak yang berlebih karena sejak usia 5-6 tahun anak memang harus banyak
bergerak. perminanan tradisional semacam lompat tali juga bisa merangsang
perkembangan koordinasi mata dengan anggota badan lainnya. Variasi bentuk
permainan dapat lebih meningkatkan kemampuan motorik dan koordinasi tubuh anak.
Demikian pula dalam permainan bekel, anak dilatih mengubah posisi biji(kuningan
atau kerang) ke posisi yang lain, tanpa menyentuh biji-biji yang terletak dii
sebelahnya. Aktivitas ini merupakan latihan motorik halus yang penting bagi
perkembangan anak dikemudian hari.
3. Belajar mengelola emosi
Pengelolaan emosi sangat penting bagi anak agar dapat survive dalam
kehidupannya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti lompat tali
karet yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tiak bisa melompati
ketinggian karet yang direntangkan maka ia harus menerima kekalahannya
sebagai konsekuensi dari lompatan yang kurang bagus. Keterampilan mengelola
emosi semacam ini penting dipelajari, karena secara tidak langsung dapat melatih
kecerdasan emosional anak dan agar di usia dewasa nanti terbiasa untuk terus
mencoba.
4. Menggali kreativitas
Melalui beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah.
Misalnya pada permainan mobil - mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali.
Untuk membuatnya dituntut kemampuan anak berimajinasi, misalnya, bagaimana
memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan badan mobil.
Kreativitas anak juga bisa digali dalam permainan congklak. Anak dapat mencari
alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak.
Sama halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan
yang dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan. Latihan
menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua permainan
tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari sisi
mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi
dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional
ini anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak
variasi yang dapat dilakukan.
5. Mengenal kerja sama
Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal.
Misalnya, dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam
permainan ini, si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus
memperhatikan anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan
dimakan kelompoklawan. Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat
melindungi bagian tubuh dan ekornya
0 komentar:
Post a Comment