AD (728x90)

Recent

Contact Form

Name

Email *

Message *

Responsive Advertisement

Total Tayangan Laman

Label

Categories

Welcome To SoraBook

You can use this area to describe the Books and your blog. . This responsive template is ideal for posting many types of digital products such as e-books, audio CDs, DVDs, paintings, photographs or any form of digital art or products.

Tuesday, December 24, 2019

Akulturasi kebudayan Nusantara dengan kebudayaan Hindu-Buddha

Share it Please

Akulturasi kebudayan Nusantara dengan kebudayaan Hindu-Buddha


Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga  membentuk  kebudayaan  baru.  Kebudayaan  baru  yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi, masing-masing  kebudayaan  harus  seimbang.  Begitu  juga  untuk kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli. Contoh  hasil  akulturasi  antara  kebudayaan  Hindu-Buddha dengan kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut.


 Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan  bentuk  akulturasi  antara  unsur-unsur  budaya  HinduBuddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung  perwujudan  dewa  atau  Buddha,  serta  bagianbagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candicandi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.

Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya  pengaruh  India  juga  membawa  perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada  relief  atau  seni  ukir  yang  dipahatkan  pada  bagian  dindingdinding  candi.  Misalnya,  relief  yang  dipahatkan  pada  dindingdinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Pada  relief  kala  makara  pada  candi  dibuat  sangat  indah.Hiasan  relief  kala  makara,  dasarnya  adalah  motif  binatang  dan tumbuh-tumbuhan.  Hal  semacam  ini  sudah  dikenal  sejak  masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.

 Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh  India  membawa  perkembangan  seni  sastra  di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusasteraan dapat  dikelompokkan  menjadi  tiga,  yaitu  tutur  (pitutur  kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan).Bentuk  wiracarita  ternyata  sangat  terkenal  di  Indonesia, terutama  kitab  Ramayana  dan  Mahabarata.  Kemudian  timbul wiracarita  hasil  gubahan  dari  para  pujangga  Indonesia.  Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan. Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit  (wayang  purwa).  Pertunjukan  wayang  kulit  di  Indonesia, khususnya di Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat edukatif (pendidikan). Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari Indonesia. Seni pahat dan ragam luas yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni di Indonesia.
Di  samping  bentuk  dan  ragam  hias  wayang,  muncul  pula tokoh-tokoh  pewayangan  yang  khas  Indonesia.  Misalnya  tokohtokoh  punakawan  seperti  Semar,  Gareng,  dan  Petruk.  Tokohtokoh ini tidak ditemukan di India. Perkembangan seni sastra yang sangat cepat didukung oleh penggunaan huruf pallawa, misalnya dalam  karya-karya  sastra  Jawa  Kuno.  Pada  prasasti-prasasti  yang ditemukan  terdapat  unsur  India  dengan  unsur  budaya  Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia).
Sistem Kepercayaan
Sejak  masa  praaksara,  orang-orang  di  Kepulauan  Indonesia sudah  mengenal  simbol-simbol  yang  bermakna  filosofis.  Sebagai contoh, kalau ada orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan benda-benda.  Di  antara  benda-benda  itu  ada  lukisan  seorang naik  perahu,  ini  memberikan  makna  bahwa  orang  yang  sudah meninggal rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka. Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus.Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme).Setelah  masuknya  pengaruh  India  kepercayaan  terhadap roh  halus  tidak  punah.  Misalnya  dapat  dilihat  pada  fungsi  candi. Fungsi  candi  atau  kuil  di  India  adalah  sebagai  tempat  pemujaan. Di  Indonesia,  disamping  sebagai  tempat  pemujaan,  candi  juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya.  Ini  jelas  merupakan  perpaduan  antara  fungsi  candi  di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.
Bentuk  bangunan  lingga  dan  yoni  juga  merupakan  tempat pemujaan terutama bagi orang-orang Hindu penganut Syiwaisme.Lingga  adalah  lambang  Dewa  Syiwa.  Secara  filosofis  lingga  dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.
Sistem Pemerintahan
Setelah  datangnya  pengaruh  India  di  Kepulauan  Indonesia, dikenal  adanya  sistem  pemerintahan  secara  sederhana. Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu. Rakyat mengangkat seorang pemimpin atau semacam kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing, memiliki  kelebihan-kelebihan  tertentu  termasuk  dalam  bidang ekonomi,  berwibawa,  serta  memiliki  semacam  kekuatan  gaib (kesaktian).  Setelah  pengaruh  India  masuk,  maka  pemimpin  tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara jelas terjadi di Kutai.Salah  satu  bukti  akulturasi  dalam  bidang  pemerintahan, misalnya  seorang  raja  harus  berwibawa  dan  dipandang  memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha.Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja dipandang dekat  dengan  dewa.  Raja  kemudian  disembah,  dan  kalau  sudah meninggal, rohnya dipuja-puja.

























Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Post a Comment

© 2013 Sekolah Pagi. All rights resevered.Thetechbook Designed by Templateism